Kerajaan Safawi (1501 M – 1722 M) sebagai dasar dari Iran modern
oleh: Resti M.
.
.
.
Kerajaan Safawi berawal dari sebuah Tarekat yang bernama Tarekat Safawi yang didirikan di Ardabil tahun 1301, di sebuah kota Azerbaijan kini. Nama tarekat ini dinisbatkan dari nama pendirinya yakni Safi Al-Din. Safi Al-Din merupakan anak dari Imam ke-6 Syiah.
Kerajaan ini beribukotakan Isfahan. Pada awalnya, jauh sebelum adanya tarekat Safawi Isfahan, Kota ini pernah menjadi bagian dari Dinasti Abbasiyah mengingat letak dan konteks tahunnya. Meski berkali-kali wilayah ini berpindah dari satu penguasa ke satu penguasa. Tahun 421 H/ 1030 Isfahan yang berada di tangan Bani Buwaih yang saat itu menjadi penguasa Abbasiah jatuh ke tangan dinasti Ghaznawiah. Kemudian jatuh kembali ketangan penguasaan Abbasiyah saat Seljuk berkuasa.
Kerajaan ini berbeda dengan dua kerajaan yang sezaman dengannya yakni Usmani dan Mughal, karena kerajaan ini menetapkan Syiah sebagai mazhabnya. Maka dari itu Kerajaan ini disebut sebagai peletak dasar dari negara Iran sekarang yang memang mayoritas warga negaranya bermazhab Syiah. Hal ini jugalah yanng menyebabkan perang antara Kerajaan Safawi dan Usmani sering terjadi, mengingat Mazhab dari Kerajaan Usmani adalah Sunni.
Tarekat ini mulai memasuki lapangan Politik saat dibawah kepemimpinan Juneid (1447-1460 M). Pilihan tarekat ini untuk merambah ke lapangan politik ternyata menimbulkan konflik antara Juneid dengan Penguasa Kara Koyunlu (Domba Hitam), salah satu suku bangsa Turki yang berkuasa di wilayah itu. Dalam konflik ini Juneid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Di tempat barunya ini ternyata Juneid mendapat perlindungan dari AK Koyunlu (Domba Putih), juga merupakan suatu suku yang ada di Turki. Juneid kemudian beraliansi dengan AK Koyunlu untuk merebut kembali Ardabil tetapi gagal, saat berusaha merebut Sircassia, Juneid terbunuh.
Kepemimpinan gerakan Safawi kemudian diteruskan oleh anak Juneid yakni, Haidar. Haidar kemudian menikahi anak dari Uzun Hasan pemimpin dari AK Koyunlu. Dari pernikahan ini lahirlah Ismail yang dikemudian hari menjadi raja Kerajaan Safawi.
Tahun 1476, Gerakan Safawi mendapatkan kemenangan atas Kara Koyunlu. Ternyata hal ini membuat AK Koyunlu mulai merubah sikapnya terhadap gerakan safawi. Mereka menganggap bahwa gerakan ini adalah rival mereka. Saat Safawi berusaha menaklukkan Sircassia, AK Koyunlu mengirimkan pasukan untuk membantu tentara Sirwan yang mengakibatkan kekalahan Safawi. Haidar pun terbunuh. Anak-anak dan istri dari Haidar pun dipenjarakan di Fars. Empat tahun kemudian mereka dibebaskan oleh Rustam, Putra mahkota AK Koyunlu, dengan syarat harus membantunya melawan sepupunya. Setelah sepupunya berhasil dikalahkan, Rustam pun melepaskan mereka dan mengembalikannya ke Ardabil.
Rustam tak lama kembali menyerang anak-anak Haidar, kali ini Ali penerus Haidar dan pemimpin gerakan Safawi terbunuh. Kepemimpinan Gerakan ini kemudian dipegang oleh Ismail. Di tangan Ismail lah, safawi berhasil mengalahkan AK Koyunlu dan merebut ibukota AK Koyunlu. Disinilah Ismail memproklamirkan dirinya sebagai raja kerajaan Safawi, tahun 1501.
Selayaknya raja dari kerajaan lain, Ismail ingin mengembangkan wilayah kekuasaannya. Ia bermaksud untuk merebut wilayah Turki Usmani. Kerajaan Usmani disini bukan hanya sebuah musuh dalam pemerintahan tetapi juga musuh dalam hal aliran agama. Seperti yang kita ketahui, berbeda dengan Safawi yang bermazhab Syiah, Usmani bermazhab Sunni.
Perang di Chaldiran, dekat Tabriz tahun 1514 dimenangkan oleh Usmani. Hal ini dikarenakan Usmani memiliki organisasi militer yang kuat. Kekalahan yang dialami oleh Safawi berdampak pada kepercayaan diri Ismail I. Ia berubah menjadi seorang penyendiri, suka berhura-hura, dan senang berburu. Sepeninggalnya pun Safawi masih melakukan perang dengan Usmani, seperti pada pemerintahan Tahmasp I (1524-1576), Ismail II (1576-1577), Muhammad Khudabanda (1577-1587). Hal tersebutlah yang membuat Safawi menjadi lemah ditambah dengan pertentangan antara pimpinan suku-suku Turki, Pejabat-Pejabat Keturunan Persia, dan Qizilbash (Tentara Safawi yang berjuluk Baret Merah).
Baru setelah raja kelimanya berkuasa, Abbas I, situasi berubah menjadi lebih baik. Pada masa pemerintahan Abbas I ini jugalah Safawi mengalami masa keemasaannya. Ia mengganti Qizilbash dengan tentara budak. Demi menjaga kedamaian kerajaan, Abbas I mengadakan perjanjian damai dengan Usmani, meski Safawi harus menyerahkan beberapa wilayahnya seperti wilayah Azerbaijan, Georgia, dan sebagian wilayah Luristan. Ismail juga berjanji tidak akan menghina tiga khalifah pertama dalam islam (Abu Bakar Ash-Shidiq, Umar bin Khatab, dan Usman bin Affan) pada khotbah-khotbah Jumat. Meski nanti Abbas I mencoba kembali mengambil wilayah nya yang diambil Usmani, sehingga perang pun kembali terjadi.
Sepeninggal Abbas I, Safawi kembali jatuh kedalam keterpurukan karena ketidakcakapan penerus-penerusnya. Pada masa pemerintahan Shah Husein, wilayah di Afganistan melakukan pemberontakan akibat para ulama Syiah yang memaksakan pendapatnya terhadap penganut Sunni. Dengan adanya pemberontakan ini Shah Husein harus mengakui kekuasaan Mir Mahmud (Pimpinan pasukan) sebagai gubernur di Qandahar. Dengan kejadian ini Mir Mahmud semakin terobsesi untuk menguasai wilayah-wilayah lain.
Tahmasp II anak dari Shah Husein mendapat bantuan dari suku Qazar di Rusia dan memproklamirkan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaan di kota Astarabad. Dengan bantuan Nadir Khan, Tahmasp II berhasil mengalahkan suku Afgan di Isfahan dan dinasti Safawi kembali berkuasa.
Agustus 1732, Tahmasp II dipecat oleh Nadir Khan dan digantikan oleh anaknya yang masih sangat kecil, Abbas III. Empat tahun kemudian, Nadir Khan mengambil kekuasaan itu dan menjadi raja, dengan demikian berakhirlah Dinasti Safawi dan dimulainya dinasti baru.
Related Posts