PRESS
RELEASE PILAR ( PENDIDIKAN DAN PENALARAN )
“Penindasan dan Diskriminasi terhadap
Perempuan di Indonesia”
Penindasan
dan Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesiahal tersebut sangatlah lekat
dengan kita sebab banyak kasus ratusan bahkan ribuan penindasan dan
diskriminasi yang terjadi terhadap
perempuan di Indonesia setiap tahunnya, banyak dari kasus tersebut merupakan
tindak kekerasan seksual. Sekarang ini kekerasan seksual tidak hanya terjadi
pada wanita saja, laki – laki pun dapat mengalami namun memang mayoritas terjadi
pada perempuan.
Rabu, 20 Maret 2019
Divisi Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan diskusi terbuka bersama Student and
Peace (SPACE) UNJ yang bertujuan memperingati International Women's Day
yang jatuh pada tanggal 8 Maret. Diskusi ini diselenggarakan di Ruang Serba
Guna FIS UNJ dengan bertemakan ‘’Penindasan dan Diskriminasi Terhadap Perempuan
di Indonesia”
Dalam diskusi tersebut
menghadirkan 3 narasumber utama, yakni Prof. Dra. Hj. Nina Nurmila, MA, PhD
(Komisioner Komnas Perempuan), Nadya Karima Melati (SGRC Indonesia), Syaldi
Sahude (Founder Laki-laki Baru), serta dimoderatori oleh Annisa Nurul Hidayah
Surya (Pendidikan Sejarah UNJ 2016).
Dalam sudut pandang
feminisme ialah sebuah ideologi yang melawan penindasan dan
diskriminasi, menurut Nadia Karima Melati (SGRC Indonesia), "Feminisme
adalah suatu paham yang berupaya untuk menghancurkan belenggu, bukan melawan si
pembuat belenggu".Feminisme bukan hanya tentang perempuan, faktanya,
seorang laki-laki bisa menjadi seorang feminis.
Tak
memungkiri pada saat itu feminisme masih dianggap sebagai ideologi kebarat –
baratan, namun di Indonesia sendiri ada seorang tokoh perempuan yang
memperjuangkan kesetaraan yaitu RA Kartini. Nadia Karima menyatakan bahwa sosok
R.A. Kartini yang prestisius dan revolusioner banyak memicu pergerakan
kebangkitan perempuan baik di tanah air, bahkan di belahan bumi bagian barat. Feminisme
dekat dengan kita, asalkan kita berani melihat sesuatu dengan perspektif baru.
Berbicara
tentang Penindasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan di Indonesia yang
kemudian dikaitkan dengan feminisme, akan lebih lengkap apabila kita memberikan
suatu harapan baru kepada RUU PKS. Menurut Prof. Dra. Hj. Nina Nurmila, MA, PhD selaku
Komisioner Komnas Perempuan, RUU PKS ini mencoba untuk
menghadirkan instrumen perlindungan terhadap korban kekerasan seksual,
sekaligus juga menyediakan instrumen untuk menghukum para pelaku kekerasan
seksual.
Namun
dimasyarakat RUU PKS dianggap terlalu kontroversial dan banyak ditolak oleh
berbagai pihak, sebetulnya RUU tersebut mencoba untuk menghancurkan belenggu
yang selama ini mengekang korban kekerasan seksual. Prof. Dr. Hj. Nina Nurmila,
MA, PhD
juga menyatakan bahwa banyak pihak yang berpikir
terlalu jauh mengenai RUU PKS, mengaitkannya dengan hal-hal yang justru diluar
ranah dari RUU PKS ini. Beliau melanjutkan, menghadapi hal tersebut, hal yang
paling bijak yang dapat kita lakukan adalah tabayyun. Baca kembali, dan cobalah
berpikir positif, dan coba berani melihat dari perspektif yang baru.
Menurut
Syaldi Sahude selaku
Founder Laki-laki Baru menjelaskan bahwa 90% pelaku kekerasan seksual
adalah laki-laki. Angka tersebut menunjukkan bahwa kejahatan seksual dominan
dilakukan oleh kaum adam. Kejahatan seksual tidak hanya menyasar terhadap
perempuan saja, melainkan laki-laki juga dapat menjadi korban.Saat ini, banyak
masyarakat menganggap bahwa tindakan kekerasan seksual diawali karena perilaku
dan pakaian yang dikenakan oleh korban. Stigmatisasi ini terus berkembang
dengan dominannya patriarki dalam kehidupan masyarakat.
Related Posts